OLEH :
Ari
Ramdhani
Chairunnisa
Widyatama
Dei
Firmansyah
Desi
Sri Utami
ADMINISTRASI BISNIS
Bogor EduCARE
2015
A. Pengertian Etika
- Menurut
Kamus Besar Bhs. Indonesia (1995)
Etika adalah Nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan
atau masyarakat
- Etika
adalah Ilmu tentang apa yang baik dan yang buruk, tentang hak dan
kewajiban moral
- Menurut
Maryani & Ludigdo (2001) “Etika adalah Seperangkat aturan atau norma
atau pedoman yang mengatur perilaku manusia, baik yang harus dilakukan
maupun yang harus ditinggalkan yang di anut oleh sekelompok atau segolongan
masyarakat atau profesi”
Dari asal usul kata,
Etika berasal dari bahasa Yunani ‘ethos’ yang berarti adat istiadat/ kebiasaan
yang baik. Perkembangan etika yaitu Studi tentang kebiasaan manusia berdasarkan
kesepakatan, menurut ruang dan waktu yang berbeda, yang menggambarkan perangai
manusia dalam kehidupan pada umumnya.
- Etika
disebut juga filsafat moral adalah cabang filsafat yang berbicara tentang
praxis (tindakan) manusia.
- Etika tidak
mempersoalkan keadaan manusia, melainkan mempersoalkan bagaimana manusia
harus bertindak.
Tindakan manusia ini
ditentukan oleh bermacam-macam norma. Norma ini masih dibagi lagi menjadi norma
hukum, norma agama, norma moral dan norma sopan santun.
·
Norma
hukum berasal dari hukum dan perundang-undangan
·
Norma
agama berasal dari agama
·
Norma
moral berasal dari suara batin.
·
Norma
sopan santun berasal dari kehidupan sehari-hari sedangkan norma moral berasal dari
etika
B. Fungsi Etika
1.
Sarana
untuk memperoleh orientasi kritis berhadapan dengan berbagai moralitas yang
membingungkan.
2.
Etika
ingin menampilkanketrampilan intelektual yaitu ketrampilan untuk berargumentasi
secara rasional dan kritis.
3.
Orientasi
etis ini diperlukan dalam mengabil sikap yang wajar dalam suasana pluralisme.
C.
Etika dan Etiket
Etika berarti moral
sedangkan etiket berarti sopan santun. Dalam bahasa Inggeris dikenal sebagai
ethics dan etiquette.
Antara etika dengan etiket terdapat
persamaan yaitu:
a.
Etika
dan etiket menyangkut perilaku manusia. Istilah tersebut dipakai mengenai
manusia tidak mengenai binatang karena binatang tidak mengenal etika maupun
etiket.
- Kedua-duanya
mengatur perilaku manusia secara normatif artinya memberi norma bagi
perilaku manusia dan dengan demikian menyatakan apa yag harus dilakukan
dan apa yang tidak boleh dilkukan. Justru karena sifatnya normatif maka
kedua istilah tersebut sering dicampuradukkan.
Adapun perbedaan antara etika dengan
etiket ialah:
a.
Etiket
menyangkut cara melakukan perbuatan manusia.
Etiket menunjukkan cara yang tepat
artinya cara yang diharapkan serta ditentukan dalam sebuah kalangan tertentu.
Misalnya dalam makan, etiketnya ialah orang tua didahulukan mengambil nasi,
kalau sudah selesai tidak boleh mencuci tangan terlebih dahulu.Di Indonesia
menyerahkan sesuatu harus dengan tangan kanan. Bila dilanggar dianggap
melanggar etiket. Etika tidak terbatas pada cara melakukan sebuah perbuatan,
etika memberi norma tentang perbuatan itu sendiri. Etika menyangkut masalah
apakah sebuah perbuatan boleh dilakukan atau tidak boleh dilakukan.
- Etiket hanya berlaku untuk pergaulan.
Bila tidak ada orang
lain atau tidak ada saksi mata, maka etiket tidak berlaku. Misalnya etiket
tentang cara makan. Makan sambil menaruh kaki di atas meja dianggap melanggar etiket
dila dilakukan bersama-sama orang lain. Bila dilakukan sendiri maka hal
tersebut tidak melanggar etiket. Etika selalu berlaku walaupun tidak ada orang
lain. Barang yang dipinjam harus dikembalikan walaupun pemiliknya sudah lupa.
- Etiket bersifat relatif.
Yang dianggap tidak
sopan dalam sebuah kebudayaan, dapat saja dianggap sopan dalam kebudayaan lain.
Contohnya makan dengan tangan, bersenggak sesudah makan. Etika jauh lebih
absolut. Perintah seperti ;jangan berbohong;jangan mencuri merupakan prinsip
etika yang tidak dapat ditawar-tawar.
- Etiket
hanya memadang manusia dari segi lahirian saja sedangkan etika memandang
manusia dari segi dalam.
Penipu
misalnya tutur katanya lembut, memegang etiket namun menipu. Orang dapat
memegang etiket namun munafik sebaliknya seseorang yang berpegang pada etika
tidak mungkin munafik karena seandainya dia bersikap munafik maka dia tidak
bersikap etis.
D. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pelanggaran Etika
1.
Kebutuhan
Individu
2.
Tidak
Ada Pedoman
3.
Perilaku
dan Kebiasaan Individu Yang Terakumulasi dan Tak Dikoreksi
4.
Lingkungan
Yang Tidak Etis
5.
Perilaku
Dari Komunitas
E. Sanksi Pelanggaran Etika
1.
Sanksi Sosial : Skala relatif kecil,
dipahami sebagai kesalahan yang dapat ‘dimaafkan’.
2.
Sanksi Hukum : Skala besar, merugikan
hak pihak lain.
F. Jenis-jenis Etika
1.
Etika umum yang berisi prinsip serta moral dasar
2.
Etika khusus atau etika terapan yang berlaku khusus.
- Etika
khusus ini masih dibagi lagi menjadi etika individual dan etika sosial.
- Etika
sosial dibagi menjadi:
- Sikap
terhadap sesama;
- Etika
keluarga
- Etika
profesi misalnya etika untuk pustakawan, arsiparis, dokumentalis, pialang
informasi
- Etika
politik
- Etika
lingkungan hidup, serta
- Kritik
ideologi Etika adalah filsafat atau pemikiran kritis rasional tentang
ajaran moral sedangka moral adalah ajaran baik buruk yang diterima umum
mengenai perbuatan, sikap, kewajiban dsb. Etika selalu dikaitkan dengan
moral serta harus dipahami perbedaan antara etika dengan moralitas.
G. Moral
dan Etika dalam dunia bisnis
Moral Dalam Dunia Bisnis
Berbicara
tentang moral sangat erat kaitannya dengan pembicaraan agama dan budaya,
artinya kaidah-kaidah dari moral pelaku bisnis sangat dipengaruhi oleh ajaran
serta budaya yang dimiliki oleh pelaku-pelaku bisnis sendiri. Setiap agama
mengajarkan pada umatnya untuk memiliki moral yang terpuji, apakah itu dalam
kegiatan mendapatkan keuntungan dalam ber-"bisnis". Jadi, moral sudah
jelas merupakan suatu yang terpuji dan pasti memberikan dampak positif bagi
kedua belah pihak. Umpamanya, dalam melakukan transaksi, jika dilakukan dengan
jujur dan konsekwen, jelas kedua belah pihak akan merasa puas dan memperoleh
kepercayaan satu sama lain, yang pada akhirnya akan terjalin kerja sama yang
erat saling menguntungkan.
Moral lahir
dari orang yang memiliki dan mengetahui ajaran agama dan budaya. Agama telah
mengatur seseorang dalam melakukan hubungan dengan orang sehingga dapat
dinyatakan bahwa orang yang mendasarkan bisnisnya pada agama akan memiliki
moral yang terpuji dalam melakukan bisnis. Berdasarkan ini sebenarnya moral
dalam berbisnis tidak akan bisa ditentukan dalam bentuk suatu peraturan (rule)
yang ditetapkan oleh pihak-pihak tertentu. Moral harus tumbuh dari diri
seseorang dengan pengetahuan ajaran agama yang dianut, budaya yang dimiliki
harus mampu diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.
Etika Dalam Dunia Bisnis
Apabila moral
merupakan sesuatu yang mendorong orang untuk melakukan kebaikan etika bertindak
sebagai rambu-rambu (sign) yang merupakan kesepakatan secara rela dari semua
anggota suatu kelompok. Dunia bisnis yang bermoral akan mampu mengembangkan
etika (patokan/rambu-rambu) yang menjamin kegiatan bisnis yang seimbang,
selaras, dan serasi.
Etika sebagai
rambu-rambu dalam suatu kelompok masyarakat akan dapat membimbing dan
mengingatkan anggotanya kepada suatu tindakan yang terpuji (good conduct) yang
harus selalu dipatuhi dan dilaksanakan. Etika di dalam bisnis sudah tentu harus
disepakati oleh orang-orang yang berada dalam kelompok bisnis serta kelompok
yang terkait lainnya. Mengapa ?
Dunia bisnis,
yang tidak ada menyangkut hubungan antara pengusaha dengan pengusaha, tetapi
mempunyai kaitan secara nasional bahkan internasional. Tentu dalam hal ini,
untuk mewujudkan etika dalam berbisnis perlu pembicaraan yang transparan antara
semua pihak, baik pengusaha, pemerintah, masyarakat maupun bangsa lain agar
jangan hanya satu pihak saja yang menjalankan etika sementara pihak lain
berpijak kepada apa yang mereka inginkan. Artinya kalau ada pihak terkait yang
tidak mengetahui dan menyetujui adanya etika moral dan etika, jelas apa yang
disepakati oleh kalangan bisnis tadi tidak akan pernah bisa diwujudkan. Jadi,
jelas untuk menghasilkan suatu etika didalam berbisnis yang menjamin adanya
kepedulian antara satu pihak dan pihak lain tidak perlu pembicaraan yang
bersifat global yang mengarah kepada suatu aturan yang tidak merugikan siapapun
dalam perekonomian.
Dalam
menciptakan etika bisnis, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, antara lain
ialah
1. Pengendalian
diri
Artinya,
pelaku-pelaku bisnis dan pihak yang terkait mampu mengendalikan diri mereka
masing-masing untuk tidak memperoleh apapun dari siapapun dan dalam bentuk
apapun. Disamping itu, pelaku bisnis sendiri tidak mendapatkan keuntungan
dengan jalan main curang dan menekan pihak lain dan menggunakan keuntungan
dengan jalan main curang dan menakan pihak lain dan menggunakan keuntungan
tersebut walaupun keuntungan itu merupakan hak bagi pelaku bisnis, tetapi
penggunaannya juga harus memperhatikan kondisi masyarakat sekitarnya. Inilah
etika bisnis yang "etis".
2. Pengembangan
tanggung jawab sosial (social responsibility)
Pelaku bisnis
disini dituntut untuk peduli dengan keadaan masyarakat, bukan hanya dalam
bentuk "uang" dengan jalan memberikan sumbangan, melainkan lebih
kompleks lagi. Artinya sebagai contoh kesempatan yang dimiliki oleh pelaku
bisnis untuk menjual pada tingkat harga yang tinggi sewaktu terjadinya excess
demand harus menjadi perhatian dan kepedulian bagi pelaku bisnis dengan tidak
memanfaatkan kesempatan ini untuk meraup keuntungan yang berlipat ganda. Jadi,
dalam keadaan excess demand pelaku bisnis harus mampu mengembangkan dan
memanifestasikan sikap tanggung jawab terhadap masyarakat sekitarnya.
3. Mempertahankan jati
diri dan tidak mudah untuk terombang-ambing oleh pesatnya
perkembangan informasi dan teknologi
Bukan berarti
etika bisnis anti perkembangan informasi dan teknologi, tetapi informasi dan
teknologi itu harus dimanfaatkan untuk meningkatkan kepedulian bagi golongan
yang lemah dan tidak kehilangan budaya yang dimiliki akibat adanya tranformasi
informasi dan teknologi.
4. Menciptakan
persaingan yang sehat
Persaingan
dalam dunia bisnis perlu untuk meningkatkan efisiensi dan kualitas, tetapi
persaingan tersebut tidak mematikan yang lemah, dan sebaliknya, harus terdapat
jalinan yang erat antara pelaku bisnis besar dan golongan menengah kebawah,
sehingga dengan perkembangannya perusahaan besar mampu memberikan spread effect
terhadap perkembangan sekitarnya. Untuk itu dalam menciptakan persaingan perlu
ada kekuatan-kekuatan yang seimbang dalam dunia bisnis tersebut.
5. Menerapkan
konsep “pembangunan berkelanjutan"
Dunia bisnis
seharusnya tidak memikirkan keuntungan hanya pada saat sekarang, tetapi perlu
memikirkan bagaimana dengan keadaan dimasa mendatang. Berdasarkan ini jelas
pelaku bisnis dituntut tidak meng-"ekspoitasi" lingkungan dan keadaan
saat sekarang semaksimal mungkin tanpa mempertimbangkan lingkungan dan keadaan
dimasa datang walaupun saat sekarang merupakan kesempatan untuk memperoleh
keuntungan besar.
6. Menghindari sifat 5K (Katabelece, Kongkalikong,
Koneksi, Kolusi dan Komisi)
Jika pelaku
bisnis sudah mampu menghindari sikap seperti ini, kita yakin tidak akan terjadi
lagi apa yang dinamakan dengan korupsi, manipulasi dan segala bentuk permainan
curang dalam dunia bisnis ataupun berbagai kasus yang mencemarkan nama bangsa
dan negara.
7. Mampu menyatakan
yang benar itu benar
Artinya, kalau
pelaku bisnis itu memang tidak wajar untuk menerima kredit (sebagai contoh)
karena persyaratan tidak bisa dipenuhi, jangan menggunakan
"katabelece" dari "koneksi" serta melakukan
"kongkalikong" dengan data yang salah. Juga jangan memaksa diri untuk
mengadakan “kolusi" serta memberikan "komisi" kepada pihak yang
terkait.
8. Menumbuhkan sikap saling percaya antara golongan
pengusaha kuat dan golongan pengusaha kebawah
Untuk
menciptakan kondisi bisnis yang "kondusif" harus ada saling percaya
(trust) antara golongan pengusaha kuat dengan golongan pengusaha lemah agar
pengusaha lemah mampu berkembang bersama dengan pengusaha lainnya yang sudah
besar dan mapan. Yang selama ini kepercayaan itu hanya ada antara pihak
golongan kuat, saat sekarang sudah waktunya memberikan kesempatan kepada pihak
menengah untuk berkembang dan berkiprah dalam dunia bisnis.
9. Konsekuen dan
konsisten dengan aturan main yang telah disepakati bersama
Semua konsep
etika bisnis yang telah ditentukan tidak akan dapat terlaksana apabila setiap
orang tidak mau konsekuen dan konsisten dengan etika tersebut. Mengapa?
Seandainya semua ketika bisnis telah disepakati, sementara ada
"oknum", baik pengusaha sendiri maupun pihak yang lain mencoba untuk
melakukan "kecurangan" demi kepentingan pribadi, jelas semua konsep
etika bisnis itu akan "gugur" satu semi satu.
10. Menumbuhkembangkan kesadaran dan rasa memiliki
terhadap apa yang telah disepakati
Jika etika ini
telah memiliki oleh semua pihak, jelas semua memberikan suatu ketentraman dan
kenyamanan dalam berbisnis.
11. Perlu adanya sebagian etika bisnis yang dituangkan
dalam suatu hukum positif yang berupa peraturan perundang-undangan
Hal ini untuk
menjamin kepastian hukum dari etika bisnis tersebut, seperti
"proteksi" terhadap pengusaha lemah. Kebutuhan tenaga dunia bisnis
yang bermoral dan beretika saat sekarang ini sudah dirasakan dan sangat
diharapkan semua pihak apalagi dengan semakin pesatnya perkembangan globalisasi
dimuka bumi ini.
Dengan adanya
moral dan etika dalam dunia bisnis serta kesadaran semua pihak untuk
melaksanakannya, kita yakin jurang itu akan dapat diatasi, serta optimis salah
satu kendala dalam menghadapi tahun 2000 dapat diatasi.
Sumber : Buku ajar Etika Profesi Universitas Diponegoro 2009
0 komentar:
Posting Komentar